ya, sedang mengasah free writing skill menjelang tidur. Apa yang bisa dilakukan seorang bujang, sendiri, tak ada yang menemani. Buku dan kertas berserakan entah seperti seorang penulis kehilangan ide, seperti jurnalis tidak bertemu sumber, atau seperti mahasiswa stuck dengan skripsinya.

Tak ada yang tahu apa yang dipikirkan bujang. Pemuda awal 20an tahun, selalu datang dan pergi sendiri, ketika teman sebayanya telah merantau entah kemana, dia masih tetap tinggal dimana ia belajar. “Bujaaaang, bujang, mau jadi apa kau kelak? Semua bekal sudah kau dapat, tapi tetap saja kau tak berangkat juga” Ucap paman bujang, paman tak sedarah karena hasil pernikahan dengan tante si Bujang, keturunan Batak. 

Bujang bingung, bukan karena dia tidak bisa menghidupi dirinya sendiri. Bukan karena dia belum mandiri. Bukan pula dia belum beristri. Istri, bagi dia, hanya pengganggu kehidupannya saat ini. Bujang bersyukur sebenarnya, Bersyukur dengan keadaan sendiri ini.

Tetangga di kampung si Bujang pun menganggap Bujang aneh. Bujang hampir tidak pernah bersosialisasi, tubuhnya kurus, kulit tinggal tulang. matanya berkacamata tebal, jikalau ada lamaran datang dari diapun, wanita manapun akan menolaknya. Tidak memiliki penghasilan jelas, Pekerjaan tetap adalah dambaan dari keluarga para orang tua kampung tersebut. Jelaslah bujang bukan termasuk orang tersebut.

Orang kampung selalu sinis memandang bujang. Dirumah saja, tetapi selalu bisa membeli barang aneh – aneh. Pernah suatu ketika, Bu Ari mengirim surat undangan walimatul khitan putranya, di rumahnya terdapat alat elektronik lengkap. Membuat tetangga curiga, jangan – itu semua hasil ngepet ?

One
Two
One-Two

[Dave Matthews]
A don’t stop stop your dreamin
Let yourself float apon the notion
We can work it out, we gon work it out baby
Go ahead lose yourself inside this opportunity
That we gonna make it right now, make it right now

[Marc 7even]
We live and we learn, we crash and we burn
Right now my only rhyme is this lesson I learned
You talk about trust, I talk about lust
Its not appealin as you truly speak your feelings
I be lookin at the ceiling, so concealing
I shoulda put my heart on the table
Knowin I was good and able but instead I fed your fables
If I could have you back best believe it’d be forever
Cause each and every day you would hear those four letters

[Dave Matthews]
A don’t stop stop your dreamin
Let yourself float apon the notion
We can work it out, we gon work it out baby
Go ahead lose yourself inside this opportunity
That we gonna make it right now, make it right now

[Chali 2na]
These are different times but we feel the same pains
The blood of mankind runnin through the same veins
We’d like to make it right some which it remain tame
Same crimes even though they names changed
And we like different minds workin off the same brain
Passengers on different cars steppin off the same train
In the end, makin it rights the main aim
Different parts of the picture highlight the same frame

[Dave Matthews]
A don’t stop stop your dreamin
Let yourself float apon the notion
We can work it out, we gon work it out baby
Go ahead lose yourself inside this opportunity
That we gonna make it right now, make it right now

[Akil]
Now if you know what I know you need to work it out
If you ain’t happy with yourself you need to work it out
You havin problems with your family then work it out
The things we go through just to work it out
I work it out when the situations seems unworkable
unreversible but God is most merciful
Many works, Many men converse
With soul search sweat it out
when they tryin to work it out

[Soup]
With the constant complaint, we other gonna make it fly
Or we aint, I already know what some of ya think
Ima talk a hip hop and how bad its got
Then tryna pull a brother, im not
lookin for nobody to judge, you said you ain’t I never thought you was
Im just tryna get with ya and pose in the same picture
So this mic thing can move the right thing do the right thing
Made for your life game, plus my man might sing

[Dave Matthews]
A don’t stop stop your dreamin
Let yourself float apon the notion
We can work it out, we gon work it out baby
Go ahead lose yourself inside this opportunity
That we gonna make it right now, make it right now

A don’t stop stop your dreamin
Let yourself float apon the notion
We can work it out, we gon work it out baby
Go ahead lose yourself inside this opportunity
That we gonna make it right now, make it right now

One
Two
One-Two

[Dave Matthews]
A don’t stop stop your dreamin
Let yourself float apon the notion
We can work it out, we gon work it out baby
Go ahead lose yourself inside this opportunity
That we gonna make it right now, make it right now

[Marc 7even]
We live and we learn, we crash and we burn
Right now my only rhyme is this lesson I learned
You talk about trust, I talk about lust
Its not appealin as you truly speak your feelings
I be lookin at the ceiling, so concealing
I shoulda put my heart on the table
Knowin I was good and able but instead I fed your fables
If I could have you back best believe it’d be forever
Cause each and every day you would hear those four letters

[Dave Matthews]
A don’t stop stop your dreamin
Let yourself float apon the notion
We can work it out, we gon work it out baby
Go ahead lose yourself inside this opportunity
That we gonna make it right now, make it right now

[Chali 2na]
These are different times but we feel the same pains
The blood of mankind runnin through the same veins
We’d like to make it right some which it remain tame
Same crimes even though they names changed
And we like different minds workin off the same brain
Passengers on different cars steppin off the same train
In the end, makin it rights the main aim
Different parts of the picture highlight the same frame

[Dave Matthews]
A don’t stop stop your dreamin
Let yourself float apon the notion
We can work it out, we gon work it out baby
Go ahead lose yourself inside this opportunity
That we gonna make it right now, make it right now

[Akil]
Now if you know what I know you need to work it out
If you ain’t happy with yourself you need to work it out
You havin problems with your family then work it out
The things we go through just to work it out
I work it out when the situations seems unworkable
unreversible but God is most merciful
Many works, Many men converse
With soul search sweat it out
when they tryin to work it out

[Soup]
With the constant complaint, we other gonna make it fly
Or we aint, I already know what some of ya think
Ima talk a hip hop and how bad its got
Then tryna pull a brother, im not
lookin for nobody to judge, you said you ain’t I never thought you was
Im just tryna get with ya and pose in the same picture
So this mic thing can move the right thing do the right thing
Made for your life game, plus my man might sing

[Dave Matthews]
A don’t stop stop your dreamin
Let yourself float apon the notion
We can work it out, we gon work it out baby
Go ahead lose yourself inside this opportunity
That we gonna make it right now, make it right now

A don’t stop stop your dreamin
Let yourself float apon the notion
We can work it out, we gon work it out baby
Go ahead lose yourself inside this opportunity
That we gonna make it right now, make it right now

mengapa harus kartini ??

April 19, 2013

Mengapa setiap 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?

Pada dekade 1980-an, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar pernah menggugat masalah ini. Ia mengkritik pengkultusan R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia. Tahun 1988, masalah ini kembali menghangat, menjelang peringatan hari Kartini 21 April 1988. Ketika itu akan diterbitkan buku Surat-Surat Kartini oleh F.G.P. Jacquet melalui penerbitan Koninklijk Institut voor Tall-Landen Volkenkunde (KITLV).

Read the rest of this entry »

Terbaik dari Diri Anda

April 12, 2013

Billy Boen ;  CEO PT YOT Nusantara; Director PT Jakarta International Management; Shareholder, Rolling Stone Café
 
KORAN SINDO, 12 April 2013
  
 
Saya akan mengawali tulisan ini dengan sebuah pernyataan kontroversial: saya tidak setuju dengan sistem pendidikan kita yang dari kelas 1 sekolah dasar (SD) sudah memberlakukan sistem ranking. 
 
Rhenald Kasali  ;  Ketua Program MM UI 
 
KORAN SINDO, 11 April 2013
  
 
Tak dapat dimungkiri sekolah-sekolah kita menghadapi banyak masalah. Dan, bangsa yang besar sudah pasti perlu meresponsnya. Tapi bagaimana caranya? Mendiknas Moh Nuh dan wakilnya, Musliar Kasim, melihat suasana belajar yang dihadapi anak-anak kita sudah tidak kondusif. 

Beban mata pelajaran sudah berlebihan, anak-anak semakin hari semakin stres. Memperbarui gedung saja tak cukup untuk mengusir hantu-hantu yang membuat anak-anak sering kesurupan menjelang ujian nasional (UN). Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina yang aktif dalam perubahan sosial, membantu secara sukarela dengan program Indonesia Mengajar yang luar biasa. 

Tetapi sebagian besar guru-guru besar memilih berpolemik di koran. Anies bukan tak menghadapi kendala. Puluhan anak Universitas Indonesia (UI) yang ikut mengabdi dalam program Indonesia Mengajar melihat fenomena yang sama: masih banyak sekolah yang metodenya sudah tidak fun

Banyak mahasiswa saya yang sudah siap dengan gitar dan suling hanya bisa bermain sendiri dalam kesepian. Mengapa demikian? Jawabannya, karena guru-guru sekolah di daerah terpencil lebih ingin “guru-guru baru” itu membantu agar anak-anak siap menghadapi UN. Jadi, ketimbang mengajak mereka bermain atau menumbuhkan “kecerdasan-kecerdasan relasionalnya”, lebih baik mengajarkan matematika, bahasa Indonesia, fisika, dan bahasa Inggris. 

Jadi Apa yang Mau Diubah? 

Yang mau diubah jelas suasananya. Lalu bagaimana caranya? Dibuka-buka ternyata sumbernya ada banyak. Salah satunya jumlah mata pelajaran itu. Apa solusinya? Yang satu bilang: Hapus saja mata pelajaran yang tidak penting-penting. Tetapi begitu hal itu ditawarkan, reaksi pun bermunculan. Seperti membagi warisan, mengubah kurikulum itu tak ada yang mau dikurangi. Tak ada yang mau mata ajarannya dihapus. 

Yang lain membuka Undang-Undang Sisdiknas (UU Nomor 20/2003) dan menemukanconstrain lain. Di undang-undang itu disebutkan kurikulum pendidikan nasional harus mencakup apa saja. Jadi kalau ada mata ajaran yang disebut dalam UU “tidak dicantumkan” dalam draf kurikulum, bisa jadi masalah besar. Ia bisa kandas di Mahkamah Konstitusi (MK). Jadilah ramuan gado-gado yang dibiarkan sakral. 

Orang lain mengatakan, “Kalau tidak bisa dikurangi, metodenya saja kita ubah.” Ide ini terkesan brilian, maka mereka menuju arah itu. Dari metode mengajar elementer, yang parsial dibuat terpisah-pisah, digabung menjadi pendekatan integratif. Seorang ilmuwan senior sepengetahuan saya berucap sangat dalam, “Jika perlu, mata pelajaran di SD digabung saja menjadi satu.” Lho kok hanya satu? “Ya,” katanya, “Kita beri saja judul: Manusia dan Alam Sekitarnya.

Kalau ini jadi kenyataan, anak-anak Indonesia pasti akan senang. Tapi bagaimana guru-gurunya? Bagaimana pebisnis buku? Belum lagi orang-orang yang senang unjuk kehebatan berpolemik. Padahal Moh Nuh dan Musliar Kasim hanya punya waktu yang terbatas: satu tahun lagi kabinet berakhir. It’s now or never. Apa Anda yakin Mendiknas masa depan berani dan mau diolok-olok tidak bernalar seperti yang terjadi sekarang? 

Penglihatan Tidak Sama 

Kemarin, saya mengajak guru-guru di yayasan yang saya asuh untuk merundingkan itu. Tetapi bukannya saya didengar, guru-guru yang rata-rata orang kampung yang sederhana itu malah menertawakan saya. Mereka bilang begin,: “Lha, Bapak, itu kan (pendekatan integratif) yang sudah kami lakukan dari dulu.” Apakah buat anak-anak cukup jelas? “Iya Pak, itu justru yang membuat anak-anak kita lebih cerdas, lebih assertive, lebih respek pada alam dan sesamanya. Lebih artikulatif,” lanjut mereka.

Saya pun tertegun. Pagi ini sebelum menulis saya pun observasi di PAUD-TK Kutilang yang diasuh istri saya. Mata saya bersinar-sinar. Saya tertegun bagaimana anak seorang tukang siomay keliling bisa menjelaskan biji-bijian dengan detail. Seorang anak tukang ojek langganan anak saya bisa membangun gedung tinggi dari balok-balok yang tersedia dengan menjelaskan cara berpikir yang indah. Logika keaksaraan yang menjadi modal bagi ilmu matematika mereka kuasai dengan baik. 

Kata istri saya, anak-anak diajak “recalling”, bernegosiasi dengan kelompoknya, menahan amarah, membaca realita dan mengungkapkan bahasa-bahasa positif. Apakah ini namanya semua? “Ini metode. Isinya sama, tetapi metodenya berbeda.” Apakah diperlukan guru-guru yang S-2 atau S-3? “Tidak Pak, kami juga bisa, ini malah lebih simpel,” ujar guru-guru itu. Istri saya tersenyum. Di belakang mereka, dialah mentor bagi guru-guru itu. 

Sekolah-Sekolah Tua Bermasalah 

Hari-hari ini saya hanya mendengar keluhan demi keluhan tentang kurikulum baru. Tetapi harus kita akui, niat baik Mendiknas itu memang belum menghasilkan karya seperti yang diinginkan. Orang-orang yang terlibat dalam diskusi internal bersama kementerian banyak bercerita di sosial media betapa amburadulnya kesimpulan- kesimpulan yang ditarik. Dan, itu sudah cukup bagi sebagian orang untuk menilai layak atau tidaknya sebuah kurikulum. 

Entah apa yang terjadi di sana, sepertinya banyak gagasan-gagasan hebat yang terputus atau sulit diterjemahkan. Berbagai pihak yang menguliti kurikulum itu menceritakan segala masalah dan kejanggalan-kejanggalan. Ya, seperti itulah masalah bangsa kita ini. Kita semua dibentuk dalam sistem pendidikan yang tidak artikulatif, tidak mampu menerjemahkan isi pikiran kita ke dalam tulisan-tulisan yang menyatukan gagasan-gagasan hebat. 

Apa yang tertulis, mencerminkan kemampuan kita berekspresi. Jadinya serba kacau dan lebih mudah dikritik daripada dipasarkan. Kalau Anda pernah membuat kajian untuk mengikuti akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional, pasti Anda juga pernah mengalami hal serupa. Kajian dan laporan yang dibuat anak buah yang berpendidikan tinggi sekalipun ternyata tidak diartikulasikan dengan baik. 

Akibatnya akreditasi buruk. Padahal saat presentasi lisan, bisa dijelaskannya dengan baik. Ini fenomena Indonesia yang merata di mana-mana. Dan tanpa bermaksud membela kurikulum baru, saya justru menemukan jurang itu: tuduhan-tuduhan pada pengkritik yang saya crosskepada Kemendiknas ternyata banyak yang tak sesuai. Sebaliknya, apa yang dipikirkan Mendiknas dan tim perumus ternyata tidak sama dengan yang diterima sejumlah elite. 

Benar saja, apa yang diungkapkan itu pun menjadi umpatan dan kritik tajam di media massa. Semuanya bersuara sama: Tunda saja, atau Batalkan! Suasananya mengingatkan saya saat MMUI mengubah metode belajarnya, dan dosen-dosen yang menentang minta ditunda. Sementara saya merasa kita sudah sangat ketinggalan. Kita jadi terperangkap dalam semangat melawan. Sedikit sekali orang yang bisa diajak kembali pada tujuan awal, yaitu:persekolahan kita harus diperbaiki

Belajar harus dibuat lebih menyenangkan. Para pengkritik menuding Mendiknas keras kepala. Mendiknas pun meregangkan: cukup 10% saja dulu SD yang ikut kurikulum baru. Tetapi para pengkritik yang tidak mau, tidak ingin masuk dalam kategori yang 90%. Mereka tetap bilang: harus ditunda! (Tetapi kalau masuk yang 90%, sesungguhnya sudah ditunda, bukan?) Kata ditunda secara implisit bermakna minta “dibatalkan”. Kita terperangkap antara “I” dengan “You”. 

Padahal, mana ada pembaruan yang langsung hebat? Maaf, tidak ada. Tetapi kalau itu dikatakan pada mereka, dengan tangkas akan segera dijawab: pendidikan bukan kelinci percobaan! Padahal jelas sekali ribuan sekolah lama, yang jadi kebanggaan kita dulu, kini tengah menjadi museum: tua, angker, kelihatan berwibawa, namun satu per satu alumnusnya urung mengirim anak-anaknya ke sana. Mereka punya pilihan sekolah-sekolah baru yang metode belajarnya jauh lebih baik. 

Dilema bukan? Yang baru belum bagus, yang lama sudah ditolak. Syukur kalau ini dipahami, tetapi ternyata tidak. Semua hanya disangkal. Persis seperti kisah yang dihadapi para rasul dalam kitab suci. Sekali lagi tidak ada pembaharuan yang instan. Pembaruan itu prosesnya dari penghancuran dahulu, lalu kekacauan, baru pertobatan dan perbaikan-perbaikan. 

Pionir yang berani, ya jalan dulu, mereka bisa dapat keahlian, tapi yang lain bisa belajar dari kekurangannya. Seperti kata pepatah: “In the end everything will be okay”. Lantas, bagaimana kalau saat ini “tidak oke”. Ah, itu artinya “it’s not the end yet”

Doni Koesoema A ;   Pemerhati Pendidikan
KOMPAS, 05 April 2013
Sebagai orang yang pernah studi khusus tentang kurikulum dan pengajaran, membaca kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam Kurikulum 2013 saya seperti mengikuti sebuah alur perjalanan pendidikan yang aneh.
Nalar saya tak dapat memahami dan daya imajinasi saya tidak dapat membayangkan seperti apa praktik pembelajaran Kurikulum 2013 ini di kelas, bagaimana sistem evaluasinya, dan betapa sibuknya guru karena bingung menerapkan Kurikulum 2013 di kelas. Saya coba menemukan di mana letak keanehan dan kecanggungan ini. Akhirnya saya menemukan satu penjelasan resmi tentang mengapa Kurikulum 2013 memang terasa aneh, di mana kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) sepertinya dipaksa-paksakan. Alasan ini ada dalam pilihan filsafat yang melandasi Kurikulum 2013, yaitu filsafat eklektisisme!
Billy Boen ;   CEO PT YOT Nusantara; Director PT Jakarta International Management
KORAN SINDO, 05 April 2013
  
Lewat Twitter @billyboen, saya sering berkicau, “Banyak orang yang hanya talk talk talk, tapi nggak pernah action. Mereka hanya bisa bilang mau ngelakuin ini itu.” Apakah Anda punya teman yang seperti itu? Atau, apakah Anda kenal orang yang seperti itu? Saya sendiri kenal banyak sekali orang yang seperti itu, baik yang saya kenal dekat, maupun yang sekedar kenal saja.Kita semua tahu, bahwa tanpa action, kita tidak akan menghasilkan apa-apa. Jadi, kalau hanyatalk talk talk, ya sudah pasti hasilnya nol. Pertanyaannya: Kenapa semua orang tahu hal ini, tapi banyak sekali yang masih seperti ini? Berteori itu mudah. Yang saya maksud di sini bukanlah menciptakan teori yang sudah kemudian diuji secara ilmiah loh ya.

Read the rest of this entry »

James P Pardede  ;   Pendidik dan Dosen di Universitas Quality (UQ) 
KORAN SINDO, 03 April 2013
  
Membaca pemberitaan beberapa surat kabar dan media elektronik mengenai tiga pelajar SMA dan MAN 1 Medan, Jalan Willem Iskandar Medan, jatuh pingsan karena dioles balsem oleh gurunya, Selasa lalu (26/3), saat mengikuti ujian.Tidak tahu kenapa, oknum guru PPKN di sekolah itu mengoleskan balsem ke bagian mata ketiga pelajar kelas X-11, yakni Fitra Fadila, Iksan Maulana, dan Ahmad Taufiq Siregar. Ketiga korban tidak tahan menahan panas balsem itu hingga akhirnya dirawat di Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Kepala Sekolah SMA MAN 1 Burhanuddin Harahap mengatakan kasus ini akan dilaporkan ke pihak atasan sekolah. Untuk guru yang bersangkutan tidak akan diperbolehkan mengajar dan dikenakan sanksi.

Read the rest of this entry »

oleh : siti juliantari rachman

Siti Juliantari adalah alumni Kriminologi FISIP UI dan sekarang peneliti Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW

Read the rest of this entry »